Selasa, 16 November 2010

Puisi mati lampu

mari sama sama memandangi api lilin ini, dinda..
yang meliuk lembut tapi tetap saja menggoda mata mata kita ..
ah, lama sekali bukan kita tak pernah menikmati solitari?
pada gores sinar yang gugup sekaligus sunyi..
lalu kita bisa mengingati lagi masa masa ketika kau merona malu..
indah sekali waktu itu..

ah, sekarang pasti juga..
hanya saja aku tak lagi sering menatapimu lama lama..
apa kau kehilangan, dinda?

Asal kau tau..
aku lelah menghilang dan ingin sekali kembali..
pada ruang dengan nyala lilin yang membiaskan wajah malumu..
pada hamburan sunyi yang mengalahkan puisi dan lagu lagu..

sungguh, dinda..
aku ingin kembali padamu..

(2155 : saat mati lampu)

Rabu, 10 November 2010

daftar kelebihan / daftar kekurangan ?

Suatu ketika, dalam sebuah pelatihan sesi ‘memecahkan es’ alias ice breaking, aku pernah diminta (bukan Cuma aku tentu saja, tapi semua peserta) untuk menuliskan daftar kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Dikasih waktu 10 menit.Waktu itu, aku merenung agak lama untuk memutuskan apa yang akan aku tulis dalam dua daftar itu. Bukan berarti aku tidak mengenali diriku sendiri. Ada dua alasan waktu itu:

Yang pertama, aku sebenernya cukup tau bagaimana aku, apa apa saja karakter ku. Tapi masalahnya, aku ga yakin mau memasukkannya di kolom yang mana. Kelebihan. Atau kekurangan. Misalnya saja aku sebutkan sebuah karakter : loyal / setia.Kalau dilihat sekilas, bisa saja karakter itu masuk dalam daftar kelebihan. Tapi kalau misalnya aku sedang berada pada sesuatu / seseorang yang tidak baik (alias buruk), apa karakter itu masih bisa dianggap kelebihan? Tentu saja tidak. Dalam keadaan tersebut, justru aku seharusnya meninggalkan sesuatu / seseorang itu.

Alasan yang kedua, mungkin akan lebih fair kalau penilaian itu aku lempar dulu ke orang orang di sekelilingku. Lebih objektif, begitu istilahnya.. Kalau sekedar untuk konsumsi pribadi, it’s no problemo lah… tapi masalahnya jawabanku itu akan dipublish di sesi berikutnya (dalam pelatihan yang sama), dimana aku kenal betul semua peserta yang hadir dan semua peserta yang hadir kenal aku betul. Bisa jadi, ketika aku menganggap diriku ini sabar, ternyata 9 dari 10 orang yang mengenalku mengatakan sebaliknya. Atau kalau aku memvonis diriku ceroboh, mungkin saja sebagian teman temanku bakalan naik banding karena ga setuju..

Mungkin memang manusia penuh dengan ke’tidak-absolut’an. Alhasil, daftar kelebihanku cuma terisi satu item : suka mengikuti pelatihan. Dan daftar kekuranganku juga cuma terisi satu item : gampang ngantuk di sesi materi.

Haha..
Sometimes, somewhere, somehow, there must be someone doing something. But it's hard to know precisely, when the right time is, where the right place is, how the right way is, who the right one is, and what the right thing is. That's not easy at all.. That's why, we often doing false. The wrong man, on the wrong time, at the wrong place, in the wrong way, with the wrong act. It's a completely horrible, isn't it?

Senin, 08 November 2010

Sekali lagi terluka

lalu kenapa?
toh, masih tetap bisa berdiri..bahkan nanti berlari
betapa pun perih.

lalu kenapa?
bukankah langit tak lantas musnah pada entah?
mereka tetap disana..
matahari, awan awan, atau burung yang terbang berkelompok..
lanskap itu masih sempurna indah

lalu kenapa?
boleh saja menangis, tapi toh air mata juga tidak tak terbatas..
nanti ada saatnya habis..

jadi seka lah saja darah tengah memerah..
betapa pun perih..
toh ia hanya sebuah rasa yang tak jauh beda dengan panas karena bara..

sungguh ia hanya sekedar luka..
akan mengering nanti..
akan mengering nanti..

Selasa, 02 November 2010

skenario di kereta

Pagi itu, aku pulang dengan menggunakan kereta.. Alhamdulillah, ga terlalu penuh. Jadi aku kebagian tempat duduk dan bisa menikmati perjalanan dengan nyaman dan hati riang (?).. "). Tapi kenyamanan dan keriangan itu seketika berubah waktu sang bapak (yang duduk di depanku) mulai mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya dan cres... menyalakannya satu batang...

Dalam sedetik dua detik, si bapak mulai memproduksi bulatan2 asap yang tidak indah sama sekali (dari kaca mataku). Aku terpaksa membekap hidung dan mulutku untuk menghalangi asap-asap itu masuk ke dalam tubuhku. Tak sepenuhnya berhasil sebenernya, karena toh aku masih merasa pengap dengan sebagian asap yang berhasil menyusup. Ditambah lagi, aku harus pasrah dengan minimnya oksigen yang bisa kuhirup. Jadilah kenyamanan & keriangan itu hilang sama sekali. Gantinya, aku melotot tajam ke arah si bapak. Berharap dia mengerti lalu dengan sukarela mematikan rokoknya.

Tapi ternyata tidak.. si Bapak memang sempat melihatku (yang sedang melotot tajam ke arahnya). Tapi setelah itu dia melengos sambil menghembuskan asap rokok yang kesekian...seolah olah di tengah menciptakan musik klasik sekelas chopin... Hhhhh...dwuongkol buwangett... ternyata 'pelototan'ku tidak berhasil. Sambil mengelus dada, aku cuma bisa menyabar2kan diri... Bentaran lagi juga sebatang rokoknya abis... tungguin aja neng... Pikirku..

Lagi lagi, pikiranku masi salah juga... setelah habis sebatang rokok itu, jilid dua langsung release.. Wuih...ga punya perasaan rupanya si bapak... Makanya, aku nekat menegur si bapak... : "maaf pak,,asepnya..."

Sambil mendelik (ini lebih sadis daripada melotot), si bapak jawab : "kalo ga terima, mending naik mobil pribadi aja sana..."

Weisss,,,ngajakin berantem ni orang... Aku agak berang juga dengan jawabannya.. tapi berangnya sebentaran doang, karena toh akhirnya aku menanggapi jawaban si bapak sambil tersenyum lembut (jiyyyaahhh...)

"Eh, saya bukan ga terima bapak ngerokok... Itu sih bukan urusan saya... bapak mau ngerokok kek,, makan rokok kek,, bikin pabrik rokok kek,, terserah bapak.. Cuma itu asepnya ga usah dibagi bagi atuh pak,,, saya ga doyan,,, Ni saya punya plastik... bapak masukin aja asepnya ke situ.. Dikumpulin,, sapa tau bisa buat warisan ke anak cucu... "

Kontan si Bapak merah padam, lalu berdiri meninggalkan kursinya... Marah pastinya... Mau mukul,, bisa dicap ga jantan dong...masa' beraninya sama cewek.. Ada beberapa yang menatap nyinyir ke arahku.. (mungkin sesama perokok berat yang membela si bapak), ada juga yang menatap sambil mengangguk2 (mungkin kagum.... hahaha  ge-er euy..). Apapun itu, aku berhasil mengusir ke'tidak-nyaman'an...

Cuma ada satu yang aku sayangkan dari semua rangkaian percakapan tadi :
kalimat di paragraf ke empat yang bacanya 'Makanya, aku nekat menegur si bapak... : "maaf pak,,asepnya..."' dan seterusnya, itu cuma ada dalam imajinasiku saja.. skenario sutradara.. Tapi nyatanya aku (si pemeran) tidak cukup berani memerankannya...Jadilah aku 'menimati' asap rokok si bapak sampai aku harus turun di stasiun kotaku.. Hiks..hiks...