Selasa, 02 November 2010

skenario di kereta

Pagi itu, aku pulang dengan menggunakan kereta.. Alhamdulillah, ga terlalu penuh. Jadi aku kebagian tempat duduk dan bisa menikmati perjalanan dengan nyaman dan hati riang (?).. "). Tapi kenyamanan dan keriangan itu seketika berubah waktu sang bapak (yang duduk di depanku) mulai mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya dan cres... menyalakannya satu batang...

Dalam sedetik dua detik, si bapak mulai memproduksi bulatan2 asap yang tidak indah sama sekali (dari kaca mataku). Aku terpaksa membekap hidung dan mulutku untuk menghalangi asap-asap itu masuk ke dalam tubuhku. Tak sepenuhnya berhasil sebenernya, karena toh aku masih merasa pengap dengan sebagian asap yang berhasil menyusup. Ditambah lagi, aku harus pasrah dengan minimnya oksigen yang bisa kuhirup. Jadilah kenyamanan & keriangan itu hilang sama sekali. Gantinya, aku melotot tajam ke arah si bapak. Berharap dia mengerti lalu dengan sukarela mematikan rokoknya.

Tapi ternyata tidak.. si Bapak memang sempat melihatku (yang sedang melotot tajam ke arahnya). Tapi setelah itu dia melengos sambil menghembuskan asap rokok yang kesekian...seolah olah di tengah menciptakan musik klasik sekelas chopin... Hhhhh...dwuongkol buwangett... ternyata 'pelototan'ku tidak berhasil. Sambil mengelus dada, aku cuma bisa menyabar2kan diri... Bentaran lagi juga sebatang rokoknya abis... tungguin aja neng... Pikirku..

Lagi lagi, pikiranku masi salah juga... setelah habis sebatang rokok itu, jilid dua langsung release.. Wuih...ga punya perasaan rupanya si bapak... Makanya, aku nekat menegur si bapak... : "maaf pak,,asepnya..."

Sambil mendelik (ini lebih sadis daripada melotot), si bapak jawab : "kalo ga terima, mending naik mobil pribadi aja sana..."

Weisss,,,ngajakin berantem ni orang... Aku agak berang juga dengan jawabannya.. tapi berangnya sebentaran doang, karena toh akhirnya aku menanggapi jawaban si bapak sambil tersenyum lembut (jiyyyaahhh...)

"Eh, saya bukan ga terima bapak ngerokok... Itu sih bukan urusan saya... bapak mau ngerokok kek,, makan rokok kek,, bikin pabrik rokok kek,, terserah bapak.. Cuma itu asepnya ga usah dibagi bagi atuh pak,,, saya ga doyan,,, Ni saya punya plastik... bapak masukin aja asepnya ke situ.. Dikumpulin,, sapa tau bisa buat warisan ke anak cucu... "

Kontan si Bapak merah padam, lalu berdiri meninggalkan kursinya... Marah pastinya... Mau mukul,, bisa dicap ga jantan dong...masa' beraninya sama cewek.. Ada beberapa yang menatap nyinyir ke arahku.. (mungkin sesama perokok berat yang membela si bapak), ada juga yang menatap sambil mengangguk2 (mungkin kagum.... hahaha  ge-er euy..). Apapun itu, aku berhasil mengusir ke'tidak-nyaman'an...

Cuma ada satu yang aku sayangkan dari semua rangkaian percakapan tadi :
kalimat di paragraf ke empat yang bacanya 'Makanya, aku nekat menegur si bapak... : "maaf pak,,asepnya..."' dan seterusnya, itu cuma ada dalam imajinasiku saja.. skenario sutradara.. Tapi nyatanya aku (si pemeran) tidak cukup berani memerankannya...Jadilah aku 'menimati' asap rokok si bapak sampai aku harus turun di stasiun kotaku.. Hiks..hiks...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar